Tribratanews.polri.go.id. Ujaran kebencian, HOAX, atau narasi yang bersifat negatif terhadap institusi kepolisian bukanlah hal yang baru saja terjadi. Jauh sebelum penggunaan media sosial marak dan berkembang, institusi kepolisian merupakan salah satu sasaran empuk untuk menjadi bahan pemberitaan negatif.
Sebagai aparat penegak hukum di sebuah negara, Polisi secara intens mendapatkan perlawanan dari pihak-pihak yang tidak suka, benci, atau bahkan menentang hukum yang berlaku di sebuah negara. Tidak hanya itu, kelompok masyarakat yang ‘trauma’ dengan perlakuan anggota kepolisian dalam menegakkan hukum, baik secara langsung ataupun tidak, menambah besarnya jumlah masyarakat yang akhirnya ‘benci’ kepada aparat kepolisian.
Dengan adanya perkembangan teknologi dan munculnya berbagai macam platform media sosial, para penyebar ujaran kebencian, HOAX, atau narasi negatif ini seolah memperoleh ‘fasilitas mewah’ dalam mengekspresikan kebencian yang mereka rasakan. Pihak kepolisian pun tidak jarang dibuat kelabakan dengan berbagai posting, atau muatan yang menyerang institusi penegak hukum tersebut, mulai dari pimpinan, anggota, bahkan institusi secara menyeluruh.
Pada pasal 2 UU Republik Indonesia tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia disebutkan bahwa, “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
Hal ini dipertegas pada pasal 4 yang berbunyi, “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.”
Jelas disebutkan bahwa fungsi kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintah negara yang dimana ditetapkan dengan UU yang memang berlaku di negara ini. Menyerang sebuah fungsi pemerintah, dalam bentuk apapun, yang sah serta dilindungi dan dibentuk oleh UU, sama halnya dengan melanggar UU atau hukum negara dan menyerang kedaulatan negara tersebut.
Lalu bagaimana seharusnya pihak Kepolisian bersikap saat dihadapkan secara nyata dengan serangan melalui dunia maya dengan berbagai hujatan, fitnah, ujaran kebencian, hoax dan berbagai narasi negatif yang terus dilontarkan dengan gencar? Mengapa hal itu bisa terjadi? Bukankah masyarakat membutuhkan polisi-polisi yang professional, modern dan terpercaya?
Menjawab pertanyaan tersebut, kita harus tahu bahwa saat ini ratusan akun media sosial dan situs yang menggunakan nama Polri tersebar di dunia maya. Baik akun yang memang resmi, atau ‘pernah resmi’ dan ditinggalkan, dan akun-akun yang tumpang-tindih. Banyaknya akun di media sosial ataupun portal milik kepolisian, disatu sisi memudahkan masyarakat yang memang mencari informasi mengenai kepolisian dari setiap daerah, namun disaat yang bersamaan juga menimbulkan kebingungan karena jumlah alamat yang beragam, dan bahkan dari satu satuan kerja bisa memiliki lebih dari satu akun. Selain itu, aroma persaingan juga terlihat jelas dalam muatan-muatan yang diunggah dan dipertontonkan kepada masyarakat. Masyarakat pun ‘terbelah’ dalam mengikuti akun-akun tersebut. Bersambung…
(Iwan saat ini adalah Pemerhati IT, Tinggal di Jakarta)*
#bloggerpolri
#bukanbloggerbiasa
#bravopolri
#bloggerpolri
#bukanbloggerbiasa
#bravopolri
lihatlah ini!http://tribratanews.polri.go.id/?p=243354
Tidak ada komentar:
Posting Komentar